Bagaimana Trump dapat mematahkan cengkeraman Tiongkok yang semakin ketat di Asia Tengah

Peresmian jalur kereta api Tiongkok-Kyrgyzstan-Uzbekistan pada tanggal 27 Desember merupakan indikasi terbaru meningkatnya pengaruh Tiongkok di Asia Tengah.

Pembangunannya diperkirakan akan memakan waktu enam tahun dan akan meningkatkan pertumbuhan perdagangan Tiongkok dengan wilayah strategis yang secara de facto telah ditinggalkan AS sejak menarik diri secara militer dari negara tetangganya, Afghanistan, pada tahun 2021.

Perdagangan Tiongkok dengan Asia Tengah, yang terdiri dari Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan, Turkmenistan, dan Uzbekistan, mencapai US$89 miliar pada tahun 2023, menjadikannya mitra dagang terbesar di kawasan ini.

Perdagangan Tiongkok diikuti oleh UE dengan $53,9 miliar, Rusia $44 miliar, dan Turki hampir $13 miliar. Asia Tengah telah lama dianggap sebagai wilayah pengaruh Rusia, namun pengaruhnya kini beralih ke Tiongkok, sebagian karena perang di Ukraina.

Gabungan perdagangan Amerika dengan Asia Tengah pada tahun 2022, tahun terakhir dimana Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat mempublikasikan datanya, hanya bernilai $4,4 miliar.

Hal ini bertentangan dengan “Strategi Amerika Serikat untuk Asia Tengah 2019-2025: Memajukan Kedaulatan dan Kemakmuran Ekonomi”, yang diterbitkan pada bulan Februari 2020 di bawah pemerintahan Trump sebelumnya.

India tertinggal dengan jumlah $2 miliar pada tahun 2023 diikuti oleh Iran dengan $1,5 miliar pada tahun 2022 dan Pakistan hanya dengan $309 juta pada tahun yang sama.

Rendahnya tingkat perdagangan India dan Iran di Asia Tengah agak mengejutkan mengingat keterlibatan mereka dalam Koridor Transportasi Utara-Selatan Internasional dan keringanan sanksi AS bagi India untuk melakukan perdagangan dengan Afghanistan dari pelabuhan Chabahar Iran (dan mungkin juga ke seluruh kawasan lainnya). .

Dalam hal ini, India dan Iran mencapai kesepakatan pelabuhan Chabahar selama 10 tahun pada musim semi lalu, tetapi pemerintahan Biden secara mengejutkan mengancam akan memberikan sanksi meskipun India telah memberikan keringanan atas penggunaan fasilitas pelabuhan tersebut.

Kecilnya perdagangan Pakistan dengan Asia Tengah disebabkan oleh ketegangan yang memburuk dengan Afghanistan yang dikuasai Taliban, yang merusak rencana untuk terhubung dengan wilayah tersebut setelah penarikan militer AS pada tahun 2021.

Masih ada rencana untuk merekonstruksi dan memodernisasi jalur kereta api Pakistan-Afghanistan-Uzbekistan, namun meningkatnya ketegangan terkait keamanan dan tantangan pendanaan telah menghambat kemajuan.

Meski begitu, Menteri Kelautan Pakistan pada awal Januari bersikeras bahwa negara-negara Asia Tengah masih ingin berdagang melalui pelabuhan Pakistan.

Saat ini, mitra dagang paling andal di Asia Tengah adalah negara tetangga Tiongkok dan Rusia. Meskipun nilai perdagangan UE lebih tinggi dibandingkan dengan Rusia, terdapat alasan untuk mencurigai bahwa sebagian besar perdagangan tersebut dilakukan melalui transshipment ke Rusia untuk menghindari sanksi Barat, seperti yang dikemukakan oleh rekan senior Brookings Institute, Robin Brooks.

Perdagangan mereka juga harus melintasi Laut Kaspia, Kaukasus Selatan, dan Laut Hitam atau Anatolia. Hal yang sama juga berlaku untuk perdagangan Turki dengan Asia Tengah, yang juga bersifat multimoda sehingga mengakibatkan biaya yang relatif lebih tinggi dan waktu transit yang lebih lama.

Georgia memainkan peran yang sangat diperlukan dalam memfasilitasi perdagangan UE dan Turki di sepanjang apa yang dikenal sebagai “Koridor Tengah”, namun kemungkinan penyelesaian perselisihan Armenia-Azerbaijan mengenai apa yang disebut Baku sebagai “Koridor Zangezur” dapat menyederhanakan rute ini di masa depan.

Namun, konflik yang muncul terkait perselisihan tersebut berisiko mengganggu perdagangan mereka.

Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev mengatakan kepada wartawan pekan lalu bahwa “(Armenia) tidak boleh menghalangi kami. Mereka tidak boleh menjadi penghalang geografis antara Turki dan Azerbaijan. Koridor Zangezur harus dan akan dibuka. Semakin cepat mereka memahami hal ini, semakin baik.”

Ia juga menyerukan demiliterisasi Armenia dan “memberantas” apa yang disebutnya sebagai “ideologi fasis” dalam bahasa yang mirip dengan bahasa yang digunakan Presiden Rusia Vladimir Putin menjelang apa yang disebut Kremlin sebagai “operasi khusus” di Ukraina.

Bahkan jika perang regional tidak terjadi lagi, memburuknya hubungan antara UE dan Georgia terkait undang-undang agen asing di Tbilisi yang diilhami Rusia dan pemilihan parlemen terbaru dapat mempersulit perdagangan blok tersebut dengan Asia Tengah.

Meskipun hal ini mungkin akan memberikan pangsa pasar yang lebih besar kepada Turki seiring berjalannya waktu, terlepas dari apakah Koridor Zangezur akan terwujud atau tidak, Tiongkok mungkin akan menjadi penerima manfaat terbesar, sehingga wilayah ini mungkin akan semakin terjerumus ke dalam lingkup pengaruhnya.

Adalah kepentingan nasional AS untuk menghindari skenario tersebut, cara yang paling realistis adalah dengan memfasilitasi perdagangan Asia Tengah dengan semua mitranya kecuali Tiongkok. Hal ini, pada gilirannya, akan memungkinkan mereka berfungsi sebagai penyeimbang kolektif terhadap Tiongkok.

Agar hal ini bisa terwujud, AS harus mengambil beberapa pilihan yang sulit, bahkan kontroversial. Sebagai permulaan, pemerintahan Trump perlu mempertimbangkan kembali beberapa sanksi terhadap Rusia, yang banyak di antaranya tidak memberikan hukuman yang diharapkan.

Seperti yang ditulis oleh Maximilian Hess dari Foreign Policy Research Institute bulan lalu, “Hal ini mungkin tampak berlawanan dengan intuisi, mengingat salah satu tujuan utama sanksi yang dikenakan terhadap Rusia adalah untuk membatasi perdagangan dengan Rusia, namun perdagangan dengan Rusia telah meningkat pesat di Asia Tengah dan Kaukasus. sejak tahun 2022. Sebagian besar hal ini disebabkan oleh perubahan rute perdagangan karena ekspor Eropa ke Rusia menurun dan dialihkan melalui wilayah tersebut.”

Meskipun Hess mencatat bahwa sanksi telah menyebabkan beberapa komplikasi dalam perdagangan mereka, yaitu karena pengecualian Rusia dari SWIFT, satu-satunya dampak nyata sanksi tersebut terhadap kawasan ini adalah pengalihan rute perdagangan Eropa sebelum perang ke Rusia melalui Asia Tengah.

Meskipun data pastinya sulit ditemukan, jelas bahwa sebagian besar perdagangan UE dengan kawasan ini adalah transshipment. Hal ini berarti perdagangan aktual UE-Asia Tengah kemungkinan besar lebih rendah dari yang dinyatakan secara resmi, yang berarti Tiongkok memiliki pengaruh lebih besar daripada yang ditunjukkan oleh data.

Membatalkan sanksi-sanksi tertentu, memberikan keringanan kepada perusahaan-perusahaan Eropa atau menolak memberikan ancaman sanksi sekunder sebagai respons terhadap pelanggaran – yang salah satu atau seluruhnya dapat menjadi bagian dari paket kesepakatan dengan Rusia mengenai Ukraina – dapat memberikan kejelasan ekonomi yang lebih baik mengenai perdagangan aktual di Asia Tengah saat ini.

Hal ini penting untuk lebih memahami keunggulan kompetitif UE dibandingkan Tiongkok, yang kemudian dapat dimanfaatkan secara lebih efektif.

Pilihan sulit kedua menyangkut pemberian keringanan sanksi kepada India atas perdagangannya dengan Afghanistan (dan mungkin juga Asia Tengah) melalui pelabuhan Chabahar Iran.

Secara signifikan, utusan Trump untuk Ukraina, Keith Kellog, mengungkapkan pada akhir pekan bahwa pemerintahan baru berencana untuk menghidupkan kembali kebijakan “tekanan maksimum” terhadap Iran.

Perdagangan India dengan Asia Tengah tertinggal jauh dari potensinya, dan jika AS ingin mengendalikan pengaruh Tiongkok di kawasan strategis tersebut, maka AS harus bergantung pada India sebagai penyeimbang.

Namun hal ini hanya bisa terjadi jika India dan Asia Tengah yakin bahwa perusahaan mereka tidak akan menghadapi sanksi sekunder karena melanggar sanksi utama Amerika melalui perdagangan mereka dengan Iran.

Solusi ideal bagi Pakistan adalah memperbaiki hubungan dengan Afghanistan dan India, sehingga memungkinkan India untuk merintis rute darat ke Asia Tengah, namun hal itu secara politik tidak realistis saat ini. Itu sebabnya Iran harus diandalkan sebagai negara transit, yang mengharuskan AS bersikap fleksibel terhadap sanksi.

Dan yang terakhir, Trump harus mempertimbangkan untuk membatalkan kebijakan tekanan Biden terhadap Georgia dan memberi isyarat kepada UE bahwa mereka harus melakukan hal yang sama. Pemulihan hubungan seperti ini akan memastikan UE dapat melanjutkan perdagangan dengan Asia Tengah di seluruh wilayah Georgia, sehingga menghilangkan ketidakpastian yang ada saat ini.

Secara paralel, pemerintahan Trump yang akan datang juga dapat mempertimbangkan untuk memimpin penyelesaian perselisihan Armenia-Azerbaijan mengenai apa yang disebut “Koridor Zangezur” untuk mencegah perang lain.

Trump dan para penasihatnya dikenal karena pandangan mereka yang berorientasi bisnis dan karenanya mungkin setuju bahwa kompromi terhadap Rusia, Iran-India, dan Kaukasus Selatan (Georgia dan Armenia-Azerbaijan) dapat diterima untuk melawan meningkatnya pengaruh Tiongkok di Asia Tengah.

Jika AS gagal mengambil tindakan, maka Tiongkok pasti akan menjadi kekuatan ekonomi yang lebih dominan di kawasan strategis tersebut, sehingga memberikan akses yang lebih besar terhadap energi dan mineralnya sekaligus menyediakan saluran yang siap untuk melakukan lebih banyak perdagangan dengan Iran.

Hasil-hasil tersebut akan bertentangan dengan kepentingan AS karena ketergantungan Tiongkok pada impor energi melalui laut memberikan Angkatan Laut AS pengaruh dalam potensi konflik apa pun dengan Tiongkok, termasuk melalui blokade titik sempit Selat Malaka.

Sementara itu, perdagangan darat yang lebih besar antara Tiongkok dan Iran melalui Asia Tengah akan menetralisir kebijakan “tekanan maksimum” Trump terhadap Teheran.

Oleh karena itu, pemerintahan Trump yang akan datang sebaiknya menjadikan Asia Tengah sebagai bagian yang lebih penting dalam kalkulus kebijakan luar negerinya, jika tidak maka taktik tekanan yang direncanakan terhadap Tiongkok dan Iran akan kecil kemungkinannya untuk berhasil.